Memahami Ilmu Kalam, Mencipta Peradaban
(dokumen pribadi, GO Laskar Nov. 2019)
Institut
Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) kembali mengadakan kegiatan rutinnya
yakni kajian pemikiran Islam. Pada Ahad 8 Desember 2019, kegiatan ini spesial
karena membedah salah buku fenomenal yang menjadi bacaan wajib bagi mutakallam,
pemikir dan filsuf muslim yakni buku Mawaqif, sebuah buku pemikiran tentang
kalam yang sangat holistik untuk diketahui bagi aktivis dan seluruh muslim
dalam mengatasi sikap ekstrim (ghuluw) dalam beragama.
Kegiatan
ini dilaksanakan di Masjid Nuruzzaman Kampus B Universitas Airlangga, menjadi
semakin super spesial karena penulisnya langsung hadir yakni Ustadz Dr. Henri
Shalahuddin, MIRKH., didampangi Ustadz Kholili Hasib salah satu pemikir ternama
di Jawa Timur dan Direktur InPas. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai macam
latar belakang mahasiswa dari mahasiswa aktivis dakwah kampus, sampai pada
mahasiswa yang menggeluti pemikiran Islam. Tidak hanya mahasiswa Universitas
Airlangga saja yang mengikuti kegiatan ini, tercatat hadir pula mahasiswa dari
UPN Veteran Surabaya, ITS, dan beberapa kampus swasta di Surabaya. Begitu pula
hadir para da’i ternama di Surabaya seperti Ustadz Mokhtar Tajudin (Direktur
Baitul Hikmah Training Centre), Ustadz Aditya Abdurrahma (Pembina Punk Muslim),
Ustadz Anwar Jaelani (Dosen, Penulis Buku dan di Surat Kabar).
Acara
menjadi hangat ketika Ustadz Henri berhasil membuka cakrawala audiens betapa
pentingnya ilmu kalam. Menurut beliau, permasalahan umat Islam secara substansi
sama seperti pada masa Rasulullaah, sahabat, tabi’in, dan salafussaleh, yakni
tantangan munculnya umat yang berlebihan dalam beragama, meskipun di era
sekarang porsinya tidak sekeras pada tantangan ulama salaf terdahulu. Hanya
minimnya keilmuan tentang kalam pada tubuh umat Islam dan tidak menjadikannya
iman sebagai ilmu seakan menjadi berat umat Islam dalam menghadapi tantangan tajdid
kalam (kalam modern).
Ustadz
Kholili menambahkan dengan barnas betapa tradisi keilmuan dalam Islam sudah
menjadi tradisi yang mengakar begitu
kuat. “Kita melihat ada fenomena sebagian dari saudara kita mengharamkan ilmu
kalam ini dengan mencomot pendapat para mujtahid sepotong-potong, padahal
misalnya Imam Malik mengharamkan pemikiran mu’tazilahnya, bukan keilmuan
kalamnya”. Penegasan Ustadz Kholili tentang urgensi ilmu kalam. “Bagaimana kita
bisa menghadapi musuh-musuh Islam yang tidak dipercaya dengan dalil jika tidak
dengan logika juga”, imbuhnya. Sedangkan Al-Imam Hujjatul Islam, Abu Hamid
Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali menulis ilmu kalam dan menjadi mutakallam
kenamaan Islam dalam menghadapi pemikir-pemikir yang syubhat. Ustadz Kholili
menyampaikan bahwa salah satu upaya Imam al-Ghazali untuk mengajari umat supaya
tidak ghuluw menulis kitab al-Itqshod fil I’tiqod sebuah
mahakarya supaya menjadi umat wasathiyah yang berpegang kepada Quran dan
Sunnah melalui pemahaman Ulama’ ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Cara
penyampaian yang rileks dengan pemilihan diksi yang ringan membuat audiens
antusias mendengarkan dan mencermati pemaparan dari kedua pakar pemikiran
tersebut. Hal ini dibuktikan betapa banyaknya pertanyaan yang ingin disampaikan
oleh audiens. Meskipun demikian karena terbatasnya waktu, terpaksa diskusi
dicukupkan. Setidaknya kehadiran ustadz Henri memberi semangat kepada para
aktivis untuk meningkatkan intlektualisme ditengah sibuknya aktivisme. Karena
prinsip dari Islam adalah Iman, Ilmu dan Amal. Bagaimana kita beramal setelah
beriman kalau kita tidak memiliki ilmunya. Bahkan peradaban Islam diawali oleh
masifnya tradisi keilmuan oleh para aktivisnya (para ulama). Tidak hanya
sekedar pergulatan dalam pertarungan penuh ghirah namun tidak memiliki ilmunya
sehingga strategi yang diterapkan kurang tepat dan bahkan salah.
Kegiatan
kajian pemikiran ini sungguh penting dan diharapkan selalu hadir tokoh-tokoh
nasional untuk memberi motivasi betapa pentingnya mendalami pemikiran Islam
salah satunya ilmu kalam. Untuk menambah dan memenuhi keilmuan muhibbin ilmu
kalam, InPAS selalu mengadakan kegiatan rutin setiap akhir pekan (Sabtu-Ahad)
di Masjid Nuruzzaman dan terbuka untuk umum. Mudah-mudahan kita diberikan
kemudahan untuk memahami ilmu kalam, mencintai pemikiran Islam sebagai upaya
membekali diri dan umat dari pemikiran yang syubhat, yang sesat dan
menyesatkan. (*)
*Diki
Febrianto
Mahasiswa
Ilmu Sejarah
Ketua
UKMKI UNAIR 2019
Universitas
Airlangga
Komentar
Posting Komentar